20 Oktober 2016
Bhinneka Tunggal Ika, risalah yang tak pernah putus diceritakan oleh mereka yang mencintai negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke, Talaud hingga Rote, sebuah kutipan rima tentang persatuan yang tidak hanya nikmat diucapkan namun bermakna dalam jika dilakukan. 71 tahun kita sudah menjaga negeri ini tetap berdiri tegak. Lengan baju tak lantas diturunkan untuk kemudian berpangku tangan. Polemik di negeri ini masih bertumpuk menunggu runtuh. Kesenjangan di segala lini kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi permasalahan utama yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan.
Kerja Nyata melalui Nawacita, menjadi semboyan Presiden jokowi untuk mengurai kesenjangan yang menggerogoti nasionalisme di negeri ini. Presiden RI ke 7 itu melalui Nawacita memerintahkan menteri dan jajarannya agar kreatif dan inovatif dalam menerjemahkan program Nawacita.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, melalui Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) mencanangkan 5 program dalam menjawab kerja nyata Nawacita dalam memperkuat NKRI`. Palapa Ring, BTS Blank Spot, Akses Internet, Infrastruktur Penyiaran, dan Desa Broadband Terpadu merupakan program yang lahir guna mengurai kesenjangan telekomunikasi dan informatika di Indonesia kususnya di daerah perbatasan. Tidak meratanya pembangunan infrastruktur Telekomunikasi dan Informatika berdampak pada kecemburuan masyarakat di desa terhadap masayarakat di kota. Ketidakadilan ini membuat masyarakat Indonesia sangat mudah disulut isu-isu perpecahan.
Luas dan sulitnya menjangkau setiap daerah-daerah perbatasan dan pelosok di Indonesia menjadi persoalan dan tantangan tersendiri bagi Kominfo dalam memberikan pemerataan akses telekomunikasi dan informatika yang layak bagi masyarakat. Permasalahan lain yang harus kita pecahkan adalah ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan perangkat telekomunikasi dan informatika sendiri. Perekonomian yang lambat berkembang menjadikan masayarakat di daerah 3T berdaya beli minim.
Menjawab permasalahan tersebut Kominfo melalui BP3TI memberikan bantuan berupa Perangkat Komputer, Printer, dan akses Internet yang disebut Program Desa Broadband Terpadu (DBT). Selain akses internet dan perangkat komputernya, program DBT juga terdapat program pengembangan Sumber Daya Manusia untuk mengenalkan dan melatih SDM setempat dalam menggunakan perangkat komputer dan internet yang telah disediakan.
Tahun 2015, BP3TI telah melaksanakan Program DBT di 50 desa yang tersebar di 20 kabupaten di seluruh Indonesia. Masyarakat disekitar lokasi DBT dan para pandu desa yang menggawangi DBT telah mampu membuat website desa untuk memperkenalkan desa dan kualitas masing-masing desa ke dunia luar.
RAPAT KOORDINASI NASIONAL DESA BROADBAND TERPADU
Untuk meningkatkan pemanfaatan program DBT yang telah diimplementasikan pada tahun 2015, BP3TI Kementerian Kominfo pada tanggal 5-7 Oktober 2016 yang lalu, telah melakukan rapat koordinasi dengan perwakilan pemerintah daerah yang mendapatkan program DBT dimaksud.
Rapat koordinasi dibuka oleh Direktur BP3TI dan dihadiri oleh Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Teknologi serta 20 Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kominfo. Tujuan rapat tersebut selain untuk melakukan penandatangan hibah perangkat DBT, dilakukan juga diskusi terbuka mengenai manfaat DBT terhadap kemajuan desa.
Dalam pembukaannya Direktur Utama BP3TI, Anang Latif menyatakan “perlu adanya sinergi antara pusat dan daerah agar program-program pemerataan akses telekomunikasi dan informatika dapat segera terurai.” Anang latif lebih lanjut mengharapkan pemerintah daerah berperan aktif dan koperatif dalam menyelesaikan dokumen-dokumen administrasi dan menyediakan tempat/ lahan yang dibutuhkan.
Diskusi yang terjadi dalam Rapat Koordinasi DBT di Bali, berjalan seru dan membangun. Mengingat masih banyaknya desa-desa yang membutuhkan bantuan program DBT, mayoritas daerah melalui perwakilannya memberikan respon positif dan mengingkan program ini tetap dilanjutkan.
Perwakilan dari Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Timor Leste berpendapat bantuan DBT ini merupakan salah satu bentuk Pertahanan Nasional. Perhatian pemerintah yang seperti ini merupakan hal langka yang mereka damba-dambakan. Masyarakat di Kabupaten Belu yang tadinya lebih banyak menjadi penonton kemajuan teknologi dari negeri tetangga, sekarang dapat langsung menikmati salah satu kemajuan teknologi.
, “Desa-desa penerima program DBT berada di daerah perbatasan dengan Timor Leste. Kebanyakan yang memanfaatkan DBT ini adalah para guru, anak sekolah, dan TNI. Jika masih ada kami siap terima, karena ada 34 desa di kabupaten belu yang berada di garis perbatasan. Dengan adanya Program DBT, kita bisa membendung arus informasi, khususnya budaya yang jelas berbeda jauh dengan kita di Kabupaten Belu.. saya menganggap program Desa Broadband Terpadu ini sangat strategis”, tutup Frederic Andrada Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Belu,