Jika ditanya mengenai apa itu podcast, apa yang pertama terbersit di benak Anda? Sebuah file dengan konten berupa audio yang membicarakan berbagai topik? Atau bentuk streaming yang menawarkan beragam informasi yang dapat didengarkan tanpa perlu melihat layar seperti YouTube? Tahukah Anda sebenarnya podcast sendiri berasal dari dua kata yakni iPod dan Broadcast?
Mungkin tidak banyak yang dapat melacak hal yang belakangan disebut, terlebih untuk kamu yang baru saja menikmati podcast melalui perangkat yang mereka miliki. Awal kemunculan podcast sendiri adalah ketika era iPod paling awal yang diperkenalkan pada tahun 2001 silam. Siaran audio ini berbeda dengan radio yang menggunakan gelombang AM atau FM yang disiarkan secara linear. Siaran dengan menggunakan podcast adalah siaran suara on demand, yang artinya dapat dinikmati kapan saja sesuai dengan keinginan Anda sebagai pendengar.
Di Indonesia sendiri, podcast kembali populer pada tahun 2018, ketika sebuah platform bernama Anchor meluncurkan layanan hosting gratis untuk mendistribusikan podcast ke berbagai platform lain. Sebelum adanya Anchor, platform gratis seperti SoundCloud juga awam digunakan, jika memang tidak ingin menggunakan layanan hosting berbayar.
Mungkin jika mendengar kata podcast, sosok pertama yang terbersit dalam ingatan Anda adalah Adriano Qalbi dengan Podcast Awal Minggu yang dimilikinya pada platform SoundCloud. Beberapa nama juga dapat dilihat karyanya, seperti Rene Hafied atau Iqbal Hariadi dengan konsep dan kontennya yang memiliki tema berbeda-beda.
Seiring kepopuleran podcast, maka raksasa industri streaming audio Spotify kemudian menyediakan lini podcast dalam layanannya. Hal ini memungkinkan pendengar Spotify untuk mendengarkan podcast yang disiarkannya, langsung dari pembuat podcast tersebut tanpa melalui pihak ketiga. Hal ini terbukti memudahkan pada penggemar podcast karena di waktu yang sama Spotify juga telah menjadi salah satu layanan audio yang paling banyak digunakan.
Keberadaan layanan podcast pada Spotify ini tidak hanya memudahkan pendengar podcast, namun juga pembuat podcast. Pasalnya, ‘rute’ panjang yang harus dilalui benar-benar bisa dipangkas dan dipersingkat, sehingga konten yang dibuat dapat langsung didengarkan dan dinikmati tanpa harus melakukan instalasi aplikasi tambahan.
Siaran audio yang awam digunakan, seperti radio, memang hingga saat ini masih dapat dikatakan menjadi media yang terus digunakan karena bersifat praktis dan terasa interaktif. Namun demikian dengan keberadaan podcast ini, pendengar diberikan kebebasan untuk memilih konten apapun, mendengarkan kapanpun dan dimanapun, sesuai dengan keinginan mereka.
Sama halnya seperti siaran televisi yang kemudian mendapat saingan keras dari keberadaan YouTube, keberadaan podcast saat ini juga dapat dikatakan menjadi alternatif lain untuk menikmati konten berformat audio yang terasa interaktif. Dikatakan terasa interaktif karena podcast biasanya merupakan file yang disimpan untuk kemudian didengarkan, bukan disiarkan secara langsung.
Jika YouTube menawarkan konten audio visual dengan ragam jenis yang sangat luas spektrumnya, demikian pula dengan podcast. Meski mungkin untuk sebagian orang hanya seperti file audio yang tak ada bedanya dengan siaran radio, podcast memberikan spektrum topik yang sangat luas sehingga pendengarnya dapat memilih topik apa yang akan didengarkan dan dinikmatinya.
Kekuatan podcast dan YouTube rasanya berada pada titik yang sama, yakni keleluasaan pemilihan konten dan keleluasaan waktu yang dimiliki. Melihat aktivitas manusia saat ini yang serba sibuk dan mobile, mengikuti satu topik tertentu dirasa penting agar tetap up-to-date dengan keadaan masyarakat secara umum.
Beberapa public figure bahkan kini seperti ‘mengawinkan’ kedua media ini, podcast dan YouTube. Tidak sedikit yang kemudian membuat konten podcast pada kanal YouTube yang dimilikinya guna memberikan alternatif lain dari konten podcast yang sudah ada. Tentu saja, dalam hal ini, kreator juga menawarkan sedikit aspek visual yang tidak dapat diberikan oleh media seperti Spotify. Ini memberikan sedikit keuntungan untuk segmen pasar yang masih memerlukan dukungan visual dalam menikmati podcast.
Namun demikian pada akhirnya segmen pasar kedua jenis podcast ini nyatanya tidak terlalu menimbulkan masalah. Masyarakat akan memilih konten dan jenis podcast mana yang ingin dikonsumsinya. Setiap kanal memiliki segmen pasar yang spesifik, sehingga tidak bersinggungan dan mengganggu satu sama lainnya. Toh hal utama yang disajikan adalah serupa, informasi dalam bentuk audio yang dapat dinikmati kapan saja dan dengan kebebasan pemilihan topik.
Mengetahui apa itu podcast mungkin tidak dirasakan terlalu penting. Namun sudah selayaknya sebagai masyarakat yang hidup pada generasi serba teknologi ini Anda tidak buta mengenai konten atau informasi yang Anda nikmati. Sifat kritis tetap diperlukan sehingga dapat menyaring beragam informasi yang diberikan kreator dan mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya dari podcast yang didengarkan. Jangan sampai karena kebebasan pemilihan topik justru menjadikan pengetahuan terbatas dan tidak memiliki asupan informasi yang lengkap.